Galungan, Makna, dan Kisah Sedih Umatnya.

Tuesday, March 17, 2009
Hari ini adalah hari raya besar umat Hindu, hari raya Galungan. And for the first time in my life, i'm not home to celebrate it! (heboh)

Temen2 kuliah (yang bukan orang Bali) banyak yang pada nanyain, Galungan itu apa sih? Galungan ngapain aja? Dan pertanyaan yang paling nyebelin : "Kamu nggak pulang ke Bali, Ta?" Mbahmu! (entah Mbah siapa) Gimana mo pulang? Kan ngga ada libuuuuuuuuuuur! HUH.

Oke, buat orang2 yang penasaran tentang Galungan, aku bakal bahas di postingan kali ini.

Jadi, Galungan dan kuningan adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan 210 hari (enam bulan) sekali. Hari raya Galungan dirayakan setiap Buda (Rabu) Wage Dungulan. Sedangkan Hari Raya Kuningan dirayakan sepuluh hari setelah perayaan Galungan

Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya berbeda, tapi artinya sama saja. Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara ada sebutan Legi sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama: manis.

Galungan adalah hari raya yang wajib dilakukan oleh umat Hindu untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Berdasarkan keterangan lontar Sundarigama disebutkan "Buda Kliwon Dungulan ngaran Galungan." Artinya, Galungan itu dirayakan setiap Rabu Kliwon wuku Dungulan.

Galungan adalah salah satu upacara agama Hindu untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewi Sampad (sifat kedewaan) untuk menegakkan dharma melawan adharma. Galungan juga merupakan suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia.

Hakekat Galungan adalah merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Pun demikian dengan Hari raya Kuningan yang merupakan resepsi bagi hari Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma. Hari raya yang merupakan rentetan dari Galungan ini bertujuan untuk memohon kesentosaan, dan perlindungan serta tuntunan lahir dan batin.



Kemenangan merupakan sebuah kebanggaan atas segala usaha yang telah dilakukan terhadap lawan, entah itu bersifat kebaikan (dharma) maupun keburukan/kejahatan (adharma). Bahkan untuk memenangkan suatu pertempuran, seorang prajurit ataupun relawan rela untuk menaruhkan nyawanya untuk membela maupun mempertahankan hak-haknya. Setelah berhasil memenangkan pertempuran maka sebuah rasa syukur-pun dirayakan dengan pelbagai cara. Sebuah ‘pertempuran’ yang dapat kita maknai secara filosofis dapat juga terjadi dalam diri antara pergulatan hati yang penuh dengan dualisme baik-buruk, sedih-bahagia, suka-duka dan sebagainya. Dengan demikian kemenangan yang dimaksud adalah kemenangan untuk mengalahkan sifat-sifat adharma.

Untuk memenangkan dharma itu ada serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan setelah Galungan. Sebelum Galungan ada disebut Sugihan Jawa dan Sugihan Bali. Kata Jawa di sini sama dengan Jaba, artinya luar. Sugihan Jawa bermakna menyucikan bhuana agung (bumi ini) di luar dari manusia. Sugihan Jawa dirayakan pada hari Wrhaspati Wage Wuku Sungsang, enam hari sebelum Galungan. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Sugihan Jawa itu merupakan Pasucian dewa kalinggania pamrastista batara kabeh (Penyucian Dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara).

Kemenangan lahir batin atau dharma menundukkan adharma adalah suatu kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau kebutuhan rohani seperti itu dapat kita wujudkan setiap saat maka hidup yang seperti itulah hidup yang didambakan oleh setiap orang. Agar orang tidak sampai lupa maka setiap Budha Kliwon Dungulan, umat diingatkan melalui hari raya Galungan yang berdemensi ritual dan spiritual. (Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni)

Rada ribet ya buat yang belum paham? Tapi intinya ya gitu deh, hehehe. Mungkin kalo di Islam ada Idul Fitri, Hindu punya Galungan. Kinda similar, maybe..

Dan Galungan kali ini aku sial lagi. Aku lagi mens, jadi ngga bisa sembahyang
. Hiks. batal deh acara sembahyang di Perak ato Kenjeran bareng2 anak BKH. Padahal pengen tau suasananya kaya apa. Double merde! Sebelsebelsebell!! Nasib sial teruss!

At least, SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN buat yang merayakan ya, dumogi Ida Sang Hyang Widhi setata ngicenin kerahayuan ring iraga sareng sami.

0 comments:

Post a Comment